Cycle of Life

Di dunia ini, manusia seperti berperan sebagai aktor/aktris di sebuah drama yang durasinya sangat panjang. Ketika manusia telah lahir, maka ia akan melanjutkan karirnya sebagai subjek yang memiliki tanggung jawab yang sama dengan subjek yang lain, kemudian akhir tanggung jawab yang mereka emban dibatasi oleh kematian, dan selanjutnya menantikan nasib selama menunggu kehidupan baru dan abadai—hari kebangkitan.” Dari pernyataan tersebut, jika kita reunungkan, maka makna yang kita peroleh adalah sebuah inspirasi untuk memperhatikan diri kita dan lebih memperhatikan makna hidup serta mencari jati diri kita sebagai manusia. Begitupun juga dengan saya, ketika seseorang memberikan inspirasi kepada saya, maka hal itu sangatlah luar biasa dan akan menjadikan saya lebih agresif dalam merespon pada setiap masalah yang muncul di kehidupan, dan setiap inspirasi positif yang muncul menjadikan sebuah ajang kompetisi dalam kehidupan saya. Kejadian-kejadian seperti inilah yang saya sebut sebagai cycle of life yang artinya siklus kehidupan. Tetapi, kita sering lalai mengenai  hal ini, dan seharusnya kita menulis setiap langkah kehidupan yang sedang kita jalani, kemudian mencocokkannya di masing-masing kejadian dalam hidup, maka kita akan memperoleh sesutau yang sangat sulit dipercaya, yaitu setiap kegiatan yang telah kita lampaui sangat berkaitan dengan kehidupan yang sedang dijalani dan kehidupan yang akan datang. Oleh karena itu, kita perlu menulis jejak kehidupan kita sendiri supaya mengerti alur kehidupan dan akan semakin yakin, bahwa kita adalah manusia yang telah diciptakan oleh Sang Pencipta dengan dibekali akal untuk menulis (baca: mengenali) diri sendiri dan orang lain.
Dahulu, saya sering takut/bimbang masuk ke sebuah organisasi di sekolah. Biarbagaimanapun kuatnya rasa takut saya untuk tidak bergabung di organisasi-organisasi, tetapi pasti ada teman yang memberikan tawaran supaya harus ikut serta dalam organisasi tersebut, dan ujung-ujungnya saya pun masuk sebagai anggota. Seperti yang sekarang ini, saya sekarang berteduh di sebuah organisasi di Universita Brawijaya, yaitu RKIM (Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa). Sebelum masuk RKIM, saya bimbang, takut tidak aktif dalam organisasi tersebut dengan alasan tugas kuliah dan laporan praktikum yang begitu banyak, dan sebelumnya saya sudah ikut UKM MP UB (sebuah organisasi pengembangan diri dalam kategori olahraga, kebetulan saya tidak mengira MP UB bukanlah sebuah organisiasi, tetapi ternyata apa yang saya dapat di UKM tersebut lebih banyak ilmu sosial yang saya peroleh). Sehingga saya harus berpikir keras untuk memutuskan, apakah sebaiknya masuk R-KIM atau tidak? Kebetulan, kakak tingkat saya bernama Afiki memberikan respon mengenai permasalahan ini, kemudian saya memutuskan untuk mendaftar dan akhirnya diterima sebagai anggota muda RKIM.
Saya merasakan ada yang berbeda ketika sudah menjadi anggota muda RKIM sekaligus sebagai staf muda BNC (Brawijaya Nano Club), yaitu merasa lebih nyaman dalam organisasi ini, karena setiap kali pertemuan pasti membahas tentang inspirasi-inspirasi yang selalu berkaitan dalam hal kepenulisan. Dengan kejadian ini, maka saya akan semakin yakin dengan dunia tulis-menulis yang sedang saya geluti. Jika kejadian dahulu dibandingkan dengan kejadian sekarang, maka perbedaannya adalah terletak pada pernyataan berikut:
Ibarat air mengalir yang selalu mengikuti dataran rendah. Menulis muncul dari jiwa bukan karena ingin meraih prestasi, sehingga seseorang akan terus berkarya tanpa henti di saat sakit hati, terharu, bahagia, sedih, dan lain-lain.” Pernyataan tersebut adalah motto sebelum saya masuk RKIM, kemudian pernyataan itu berubah menjadi: “Ibarat air mengalir yang selalu mengikuti dataran rendah. Ketika seorang penulis berada di tengah-tengah air, maka tindakan yang sebaiknya ia lakukan adalah berenang sambil meminum air agar mendapat kekuatan hingga ujung hembusan napas. Menulis muncul dari jiwa untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, kemudian setiap pengenalan itu terdapat ilmu yang diperoleh serta prestasi yang akan menjadi kekuatan menuju hari selanjutnya
            Cycle of life adalah sebuah landasan mengapa kita harus menulis?
Kitab umat Islam adalah Al Quran atau Al Furqon yang sebelumnya dalam bentuk lisan, kumpulkan dengan cara menghafal seluruh firman Allah oleh para sahabat Rasulullah SAW, kemudian ditulis di pelapah kurma atau di kulit-kulit unta agar tidak dilupakan, dan pada akhirnya ditulis ke dalam kertas dengan menggunakan tinta. Dan sekarang kita sudah mendapatkan Al Quran yang sangat rinci dan tidak akan pernah berubah dari seluruh isinya sampai akhir zaman. Dengan alur seperti ini, apakah kita masih tidak yakin dengan adanya cycle of life? Atau apakah belum cukup bukti mengapa kita harus menulis?
Sekarang kita renungkan, seandainya Al Quran tidak ditulis, maka apakah setiap manusia sanggup menghafal seluruh isi Al Quran tanpa ada yang berubah? Saya yakin, manusia yang dianugerahi akal dan sifat lupa tidak akan pernah sanggup menghafal seluruh isi Al Quran, walapun beberapa orang dapat menghafal semua ayat Al Quran, tetapi suatu saat ada bagian ayat yang ia lupa dan harus menghafal ulang bagian yang dilupakan. Akan tetapi, ketika ayat Al Quran tidak ditulis, maka tentu akan menjadi permasalahan berat bagi umat Islam.
Allah SWT berfirman yang artinya “Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” (QS. Thaahaa: 2-4). Dalam ayat tersebut, bahawa Allah SWT menurunkan Al Quran bukan sekadar sebagai buku bacaan, tetapi menjadi peringatan bagi orang yang bertaqwa dan kaum yang berpikir. Oleh karena itu, bukan sebuah kebetulan ketika saya mendengar audio motivasi yang merupakan bonus dari buku motivasi yang dibeli oleh Bapak saya (alm). Di situ ada salah satu audio yang dibawakan oleh Andre Aditya mengenai “Proses Pencapaian Kesukesan Hidup” dan di situ pula saya menemukan pembahasan mengenai siklus kehidupan, sehingga membuat saya semakin yakin akan kebenaran cycle of life.
Cycle of life juga terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 164 yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” Di ayat tersebut kita memperoleh sebuah kata yang akan menjadi password untuk membuka account kesuksesan/kemenangan kita, yaitu “bagi kaum yang memikirkan”. Di sini, tentu saya dan Anda akan merasakan getaran iman untuk tetap mengamati kehidupan kita masing-masing, sehingga kita akan mampu menulis dan bersedia menjadi penulis kehidupan kita sendiri, serta mencari ilmu pengetahuan yang lain untuk ditulis dan disebarkan ke umat manusia.
Ketika saya SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, ternyata perbandingan cara berpikir dan menulis berbeda-beda, seperti beberapa pernyataan yang telah saya sebutkan sebelumnya mengenai dunia menulis. Perbedaan ini mungkin sedang Anda rasakan sekarang, saya yakin rasa itu adalah inspirasi bagi kita untuk lebih optimal lagi mengenali diri kita sendiri.
LSN (Lingkar Studi Nano) diadakan setiap hari Kamis sore yang dihadiri oleh  staf muda devisi BNC (Brawijaya Nano Club), staf ahli, dan manager. Saat itu, saya tidak pernah masuk, karena pada hari itu kebetulan ada jam kuliah Pendidikan Agama Islam. Dan kebetulan juga, banyak anggota yang tidak dapat hadir dengan alasan yang sama dengan saya, sehingga suatu ketika diadakan rapat setelah selesai kegiatan dari devisi HRD dan kebetulan keesoakan harinya saya akan UTS Sistem Operasi. Tiba-tiba semangat saya down (beberapa jam, memang sering sih, sesuai sikon), hal itu dikarenakan pemikiran yang berlebihan: seperti “overheating in Operating System”, sehingga mengakibatkan menurunnya performance (baca: semangat) stamina tubuh.
Baiklah, saya memang punya latar belakang “pemalu”, apalagi berhadapan/berkomunkasi dengan lawan jenis—SUPER MALU—setelah kegiatan menulis saya perbanyak serta merenungkannya, sifat itu berangsur-angsur menyusut hilang. Coba bayangkan, dahulu ketika saya SMA kelas X, ketika seorang teman perempuan yang mendekati saya, saya pasti menjauh dan ketika mereka ingin berdialog dengan saya, maka balasan saya: “YA”, tidak ada balasan yang lain selain “YA”. Ini memang keadaan yang sangat memperhatinkan, apalagi saat saya memfoto kofi beberapa lembar “Leger” yang disuruh oleh Bapak (alm) saya, kebetulan pelayannya seorang perempuan: “Saya tidak bisa berkomunikasi dengan lancar, malah saya gemetar dan ingin menangis karena malu saat itu”. Allahuakbar! Ini penglaman ‘lucu’ saya, semoga tidak ada lagi pengalaman seperti itu. Astagfirullah…

Posting Komentar

Mohon gunakan kalimat yang santun untuk memberikan komentar. Komentar yang dianggap propokator akan dihapus.